Sengketa Lahan di Megamendung, Pakar: FPI Tidak Berhak Dapat Ganti Rugi

Pakar pertanahan dari Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin angkat bicara terkait konflik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dengan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah DPP Front Pembela Indonesia (FPI) di Megamendung, Kabupaten Bogor.

Menurutnya, FPI tidak berhak mendapat ganti rugi jika Pesantren Markaz Syariah diambil kembali oleh PTPN VIII.

“Justru mereka melanggar banyak Undang-Undang, terutama UU Perkebunan mereka langgar dan ada denda yang kurang lebih 4 miliar kalau melakukan penyerobotan tanah perkebunan yang telah memiliki HGU,” kata Iwan.

Menurutnya, akad jual beli tanah yang dilakukan tidak dapat dibenarkan menurut hukum Indonesia. Sebab, pemegang hak atas tanah adalah PTPN VIII. Dengan demikian, akad terkait lahan harus dilakukan oleh PTPN VIII.

“Bahwa akadnya hanya pengalihan penggarapan juga tidak bisa diterima. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan FPI tidak hanya menanami lahan dengan aneka tumbuhan namun juga membuat aneka bangunan.” Ungkapnya.

Lanjut Iwan, HGU yang dimiliki PTPN VIII diperuntukan bagi usaha perkebunan, pertanian, peternakan, tambak perikanan. Sementara untuk bangunan, maka sertifikat dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB).

“Harusnya untuk perkebunan bukan untuk pendidikan dan bangunan,” jelasnya.

Lebih lanjut kata Iwan, sudah tepat PTPN VIII meminta pengosongan lahan yang telah diduduki oleh FPI, kecuali bagi petani-petani kecil yang menggarap lahan perkebunan sekedar untuk menyambung hidup.

“PTPN harus memperlakukan semua pihak yang menduduki tanah mereka itu apakah FPI apakah kelompok-kelompok lainnnya itu dengan cara yang sama, kecuali adalah petani-petani kecil dan penggarap karena mereka menggarap lahan itu biasanya untuk menyambung hidup, untuk hal begitu ada yang namanya di negara kita itu disebut reforma agraria,” tuntasnya.

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD membantah klaim Front Pembela Islam (FPI) yang menyebut tanah negara di Megamendung, Bogor masuk dalam kategori tanah terlantar. Mahfud menyebut Hak Guna Usaha (HGU) kepada PTPN VIII baru dilakukan tahun 2008.

“Pemerintah itu baru memberi HGU kepada PTPN VIII tahun 2008. Kan belum 30 tahun. Berarti tidak diurusi oleh PTPN belum 30 tahun karena HGU-nya itu baru diperoleh tahun 2008. Kalau diklaim tahun 2013, berarti kan baru 5 tahun sejak PTPN mendapat HGU dari pemerintah. Kita lihat nanti,” kata Mahfud di Jakarta.

Mahfud menjelaskan, pemerintah akan menyelidiki dari siapa FPI dan Rizieq Syihab membeli tanah tersebut sehingga dibangun pondok pesantren di atas lahan tersebut. Semua akan diselidiki kapan dibelinya dan bagaimana proses pembeliannya. Kemudian bagaimana bisa diklaim telah ditelantarkan selama 30 tahun oleh negara.

“Silakan aja apa kata hukum tentang itu semua. Nah sekarang ya kita pastikan dulu, petaninya apa betul sudah 20 tahun di situ. Yang kedua, HGU itu sebenarnya baru dimiliki secara resmi tahun 2008 sehingga kalau 2013 ketika tanah itu dibeli oleh Habib Rizieq itu sebenarnya belum 20 tahun digarap oleh petani kalau dihitung sejak per pemberiannya oleh negara, pengurusannya oleh negara terhadap, apa namanya PTPN VIII dan seterusnya tapi Mari kita selesaikan ini secara baik-baik,” tutur Mahfud.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *