Rasisme Bukan Budaya Asli Indonesia

rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya. Sementara menurut Pramoedya Ananta Toer sendiri rasisme adalah pemahaman yang menolak golongan masyarakat berdasarkan beda ras. Dari definisi ini sendiri kita tahu bahwa kebebasan seseorang sangat dibatasi karena adanya rasisme ini, sejatinya setiap orang memiliki hak yang ia sudah dapatkan sejak lahir. Namun karena adanya permasalahan ini tentunya hak-hak tersebut menjadi hilang.

Dalam novel bumi manusia sendiri bertema latar pada masa kolonial belanda, dan kita kan membicarakan rasisme di era kolonial yang begitu kuat bagi ras pribumi. Sebernya rasisme sudah sangat ada sejak lama, rasisme sendiri digunakan sebagai senjata untuk menguasai suatu wilayah sehingga penduduk asli atau pribumi yang ada diwilayah tersebut tunduk terhadap penjajah. Di Indonesia hal ini juga terjadi pada masa penjajah kolonial belanda. Kehidupan masa penjajahan bisa dibilang diluar batas wajar, tingkat perbedaan seseorang hanya dilihat dari ras orang tersebut. Dari rasisme kolonial ini lah timbul kalimat “pribumi”, bukan hewan ataupun manusia yang dihargai tak lebih dari emas.

Dalam gambaran berbagai buku sejarah, turunan orang belanda digambarkan orang yang hanya dapat memeras, menyiksa dan meraup keuntungan dari tanah yang mereka jajah. Tapi mereka “pribumi” yang seharunya sebagai pemilik tanah tampak hina sebagai budak yang selalu menderita ditanah mereka sendiri. Ratusan tahun rasisme kolonial berkembang, dan mungkin ini lah yang membuat pemikiran bangsa ini tentang perbedaan ras antar daerah hingga suatu suara muncul tentang gagasan berjuang bersama yang digebrakan oleh pemuda yaitu sumpah pemuda (1928) itu sendiri. Sumpah yang sedikit merubah pemikiran dasar setiap lapisan masyrakat tentang nasionalisme dan melupakan perbedaan meskipun hingga saat ini kita tahu rasisme masih tetap ada di Indonesia.

Rasisme masih melekat di Indonesia hingga saat ini, ada berbagai peristiwa yang menggambarkan tingginya rasisme di Indonesia. Permasalahan rasisme ini tentunya sudah dibawa sejak pemerintahan kolonialisme berlaku di Indonesia. Ada berbagai kasus rasisme yang pernah terjadi, salah satunya adalah kericuhan 98 dimana ratusan orang china (etnis tionghoa) tewas saat kericuhan dan puluhan lainnya diperkosa. Diskriminasi ini adalah kejadian terparah rasisme antar etnis yang ada di Indonesia. Sejatinya banyak sekali kasus rasisme yang terjadi, hal yang sudah sejak lama terjadi adalah rasisme terahadap orang papua yang digambarkan melalui penggambaran fisik yang umumnya berbeda dengan orang Indonesia lainnya.

Orang papua digambarkan sebagai orang yang memiliki kecerdasan dan moral yang rendah. Namun antar kedua kasus rasisme ini berbeda, jaman orde baru semua aktifitas orang tionghoa sedikit dibatasi namun mereka dapat mengembangkan ekonomi dengan pesat dan bahkan dapat dibilang sebagai penguasa diberbagai sektor ekonomi. Namun berbeda dengan orang-orang papua, mereka tidak sama seperti itu. Mereka tidak mengakses pendidikan atau kesehatan yang seharusnya menjadi kewajiban negara dan hak bagi warga negara. Bahkan itu sendiri yang sudah tertanam dalam diri mereka bahwa papua tidak akan dapat merdeka dan lepas dari rasisme itu sendiri. Ada banyak kecaman terhadap rasisme ini, bahkan pemerintah pun mengecamnya. Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara penyelesaian kasus ini?. Isu rasisme sebenarnya gambaran dari prespektif orang diluar papua, itu gambaran mereka tentang kehidupan dipapua. Lalu bagaimana pemerintah dapat menghilangkan itu semua sedangkan pemerintah pun tak memberi akses orang papua untuk mengekspresikan diri dan menunjukan seperti apa orang papua sebenarnya.

Ada berbagai peristiwa rasisme yang berujung pertikaian besar. Di Indonesia sudah sering terjadi perpecahan atau perang saudara diakibatkan isu rasisme di yang berkembang dimasyarakat. Mereka dengan mudah mengatakan bahwa ras mereka lebih baik dari orang lain sehingga minumbulkan perdebatan secara umum. Namun tanpa kita sadari, tindakan seperti itu justru membuat kaum minoritas korban rasisme secara terus menerus akan berpengaruh pada kesehatan mental individu yang berasal dari etnis minoritas. Bahkan trauma ini langsung berpengaruh pada kesehatan mentalnya pada saat pertama kali dia mengalami tindakan rasisme. Dari sini dapat kita ambil contoh dari rasisme yang terjadi terhadap orang papua, akibat rasisme ini mereka cenderung tidak dapat mengekspresikan diri mereka sendiri karena takut dan kurang percaya diri karena ada tekanan tentang asal usul mereka yang akan selalu dibahas dan menghantui mereka sendiri.

Rasisme tentunya harus dicegah agar tidak ada lagi korban yang jatuh akibat perkembangan rasisme itu sendiri. Secara mudah adalah tentang pemikiran kita sebagai makhluk sosial terlahir sama entah apapun ras, suku, budaya dan agama yang kita anut bukan menjadi suatu pantangan kita untuk lebih mengenal orang lain. Justru ini dapat menjadi kelebihan kita sebagai bangsa Indonesia, bansa yang kaya akan budaya agar dapat hidup saling melengkapi dimasyarakat. Tetapi tentu tetap ada pihak rasis yang memecah belah, dari sini lah peran kemajemukan yang kuat untuk tetap mempererat toleransi tanpa memperdulikan para domba hitam pemecah persatuan. Yang perlu ditekankan atau paling penting adalah bagaimana kita dapat mencoba untuk mencari fakta atau mempelajari tentang kebenerasan opini masyarakat tentang suatu ras tertentu, atau dalam kata lain lebih mudah menyaring argumen yang sering disusupi guna senjata pemecah belah masyarakat yang paling ampuh dijaman saat ini.

Rasisme adalah suatu tindakan yang dapat membuat perpecahan besar, Kita sebagai generasi muda harus dapat mencintai adanya perbedaan disekitar kita. Kita juga dituntut untuk dapat saling menghormati dalam upaya mempertahankan kemajemukan sebagai bentuk memperkokoh persatuan dan kesatuan. Dahulu di masa kolonial bangsa asing melakukan tindakan rasisme kepada kita dan kita tahu bagaimana rasanya, bukankah dengan begitu kita tahu bagaiman rasanya menjadi korban rasisme. Tentang rasa sakit, penindasan yang terjadi yang mungkin tidak dapat dilupakan oleh segenap rakyat Indonesia. Tentang kekejaman yang seharusnya dibalas namun tidak bisa. Tentunya itu yang harus dipikirkan agar kita lebih tahu bagaimana rasanya menjadi korban rasisme.
Indonesia sendiri adalah negara majemuk yang kaya akan ras suku bangsa, dengan tujuh belas ribu pulau tentunya kita harus belajar tentang pentingya toleransi. Bukan hanya toleransi antar agama, tetapi toleransi antar ras yang sama-sama mendiami suatu daerah agar rasisme yang sudah terbawa sejak jaman kolonial ini dapat sedikit demi sedikit dapat pudar dari budaya kita, bagaimana kita dapat menghargai orang lain disekitar kita. Kita telah dipersatukan oleh para leluhur, diawali dengan sumpah pemuda kemudian proklamasi yang seharunya menjadi tanda persatuan yang kuat tanpa mementingkan latar belakang kita. Masa lalu tidak dapat diubah, tapi bagaimana kita bisa menjaga agar masa lalu itu tidak terulang kembali dimasa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *