Menjelang kontestasi politik pada Pemilu 2024, berbagai persiapan dilakukan, salah satunya dalam aspek publikasi pemberitaan. Workshop peliputan pemilu di DIJ dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik pemberitaan dan berakibat merugikan masyarakat.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, inti dari kegiatan ini untuk mendorong pemilu damai melalui penyiaran dan peliputan. Ini hasil kesepakatan Dewan Pers bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada Hari Pers Nasional beberapa waktu lalu.
“Acara ini untuk menyamakan persepsi persiapan Pemilu 2024, mulai dari sebelum, selama maupun pasca pemilu,” katanya di sela acara Workshop Pemilu 2024 di DIJ kemarin (22/8).
Ninik memiliki asumsi Pemilu 2024 terjadi konflik pemberitaan yang potensial tinggi. Terlebih ini dipicu oleh distribusi pemberitaan melalui media sosial.
Belajar dari 2014, pemilukada 2017, dan Pemilu 2019 di mana konflik pemberitaan intensitasnya terbilang tinggi. Bentuk konfliknya juga beragam.
“Insan pers masih memiliki kehawatiran kalau konflik pemberitaan yang terjadi pada 2014, 2017, 2019 akan terjadi polanya pada Pemilu 2024. Bahkan intensitasnya dikhawatirkan jauh lebih tinggi dibandingkan pemilu sebelumnya,” ujarnya.
Oleh sebab itu, workshop ini dinilai penting untuk memitigasi lebih awal munculnya konflik pemberitaan itu dengan menyamakan persepsi. Sebagai insan pers memiliki tugas fungsi menjadi pengelola informasi menyampaikan ke publik. Di mana informasi bukan sekadar memenuhi kebutuhan publik, memberdayakan publik. Namun mitigasi impact yang memiliki dampak berkepanjangan yang luas pada keterbelahan publik, polarisasi masyarakat, maupun mendiskriminasi kelompok tertentu juga penting.
“Pengalaman 2017 masih menyisakan persoalan yang tidak selesai. Ada penamaan yang sangat dikenal publik, kampret dan cebong nggak akan hilang. Belum lagi implikasi pada caleg, calon kepala daerah yang kemudian harus undur diri karena menjadi korban publikasi dari pemberitaan atas nama agama, ras, suku, atau orientasi seksual,” jelasnya.
Selain itu, Dewan Pers maupun media peliput sama-sama menyamakan persepsi agar pers digunakan untuk memperdayakan intelektual publik, di antaranya mengajak masyarakat berpartisipasi di dalam pemilu. Sehingga peran tersebut sangat penting bagi pers.
“Yang ketiga pers dimanfaatkan betul untuk mengedukasi publik terkait dengan calon. Integritas calon anggota legislatif maupun calon presiden. Bukan di politisasi, tetapi integritas para calon itu dipublikasikan dan di bahas,” terangnya.
Tujuan ke empatnya adanya kesepakatan di forum ini untuk saling sharing data, karena data untuk jurnalis sangat penting agar peliputannya mendalam. “Saling sharing data, jangan main embargo. Saya kira penting untuk sharing data dan lainnya agar peliputan tentang pemberitaan pemilu kondusif dan didukung data yang kuat,” tandasnya.
Sementara itu, Dewan Pers juga mengajak seluruh ketua umum maupun ketua partai peserta Pemilu 2024 untuk lebih terbuka kepada para insan pers dan penyelenggara pemilu. Keterbukaan ini berkaitan dengan informasi maupun data, agar mereka tak mengalami kesulitan dalam pemberitaan.
Ninik Rahayu mengajak kepada partai maupun penyelenggara pemilu untuk lebih terbuka dan transparan kepada media dan tidak pelit informasi. “Berharap para penyelenggara pemilu dan parpol, termasuk pemda dan aparat penegak hukum, untuk tidak pelit informasi kepada teman-teman jurnalis. Dibuka saja, jangan diintimidasi, apalagi sampai mengalami kekerasan,” katanya.
Ia menjelaskan manfaat dibukanya informasi ini agar publik bisa mengetahui terkait tahapan-tahapan pemilu, dan dalam konteks partisipasi masyarakat bisa memahami berkaitan dengan apa yang harus dilakukan, kapan dan dengan cara apa. “Kalau itu tidak disampaikan kepada publik, lamban menyampaikan, akan menimbulkan kegelisahan di masyarakat. Medium yang bisa menyampaikan kepada publik adalah pers salah satunya,” ujarnya.
Terlebih, dalam Pemilu 2024 mendatang pemilih yang memiliki suara tertinggi justru dari generasi zilenial atau generasi z sebagai pemilih pemula. Sehingga membangun kesadaran pada generasi z termasuk generasi milenial untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu damai ini menjadi penting melalui informasi yang masif.
