Dalam waktu 4 bulan, pemerintah RI melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo berhasil membangun dan mengoperasikan 4.990 BTS 4G di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) hingga Desember 2023.
Pada Kamis (28/12) pekan ini, Presiden Joko Widodo meresmikan BTS 4G di Bowombaru, Talaud, Sulawesi Utara. Peresmian itu sekaligus dengan pengoperasian satelit raksasa ‘SATRIA-1’ yang difokuskan untuk sarana publik seperti sekolah, rumah sakit, dan pertahanan.
Namun, BAKTI Kominfo masih punya PR hingga semester-1 2024 mendatang, yakni membangun dan mengoperasikan BTS 4G di 628 titik yang belum rampung tahun ini. Sebab, titik-titik itu merupakan area kahar (force majeur) di pedalaman Papua, yang pembangunannya lebih menantang.
Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan sudah menyiapkan solusi untuk masalah keamanan di Papua.
“Pak Presiden mengatakan harus diselesaikan di Papua. Saya minta dikasih 6 bulan ini untuk menuntaskan. Kita sudah koordinasi dengan Panglima TNI dan juga akan backup dari segi keamanan,” kata dia saat ditemui di Bandara Soetta.
Menurut Budi Arie, masyarakat pedalaman Papua sebenarnya sangat mendukung pembangunan BTS 4G di wilayah mereka. Bahkan, Bupati-nya langsung yang meminta berdasarkan permohonan masyarakat.
Hanya saja, pembangunan BTS 4G di Papua juga mengalami kendala geografis seperti wilayah pengunungan dan lembah. Terlebih lagi, sebaran penduduknya yang terpencar dalam jumlah sedikit.
“Medannya berat dan kondisi penduduknya tersebar. Kalau sekaligus ada 500 kan lebih enak. Ini tersebar ada 10 keluarga di pengunungan sini, lalu sisanya di pegunungan lain. Makanya kita pakai teknologi gabungan,” kata dia saat ditemui di Bandara Soetta.
Mahalnya Bangun BTS 4G di Area Kahar Papua
Foto: Dirut Bakti Kominfo. Fadhilah Mathar. (CNBC Indonesia/Kartini Bohang) Dirut Bakti Kominfo. Fadhilah Mathar. (CNBC Indonesia/Kartini Bohang) |
Dirut BAKTI Kominfo Fadhilah Mathar mengatakan pembangunan di pedalaman Papua menghabiskan biaya yang relatif lebih mahal ketimbang wilayah lain.
“Saya contohkan satu saja yang sudah terjadi. Kami punya BTS yang terkait dengan Palapa Ring. Saat pertama kali mau dibangun itu angkanya dianggarkan Rp 2 sampai 2,2 miliar. Kemudian terjadi pembengkakan hampir Rp 10 miliar,” kata dia saat ditemui di Talaud, Sulawesi Utara.
Fadhilah menjelaskan, selain tantangan geografis, ada kasus-kasus keamanan dan vandalisme dari segelintir kelompok tertentu. Alhasil, BTS 4G yang sudah dibangun dan setengah jadi terpaksa buyar.
Tak jarang perangkatnya harus diganti lagi. Moda transportasi yang digunakan bolak-balik untuk angkut perangkat pun harus menggunakan helikopter yang memakan ongkos lebih.
“Tetapi itu bukan suatu halangan. Kami selalu berkomitmen bahwa ketika suatu desa memenuhi kriteria USO, kami tetap datang ke sana sembari mempertimbangkan keselamatan tim kami,” ia menjelaskan.
Lebih lanjut, Fadhilah mengatakan pembengkakan anggaran untuk pembangunan di zona merah bukan sesuatu yang negatif. Yang terpenting adalah menjaga transparansi.
“Dari sisi pemerintah, keuangan negara itu digunakan sesuai kebutuhannya dan efisien. Jadi bukan pembengkakan yang negatif, tetapi memang kondisi di sana lebih banyak memakan biaya,” ia menjelaskan.
Kisah Pekerja Pembangunan BTS 4G Dibacok dan Dipaksa Minum Darah
Foto: Benjamin Sembiring, pekerja tower BTS dari PT IBS. (CNBC Indonesia/Kartini Bohang) Benjamin Sembiring, pekerja tower BTS dari PT IBS. (CNBC Indonesia/Kartini Bohang) |
Ada beragam kisah tragis yang dialami vendor pembangunan BTS 4G di zona merah Papua. Salah satunya diungkap Government & Public Relation PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) Benyamin Sembiring. IBS merupakan salah satu vendor yang menangani pembangunan BTS paket 4 dan 5 di Indonesia Timur.
Ia menceritakan pengalaman saat hendak membangun BTS di sebuah desa di Kabupaten Pegunungan Bintang pada Mei 2023 lalu.
Kala itu, ia baru saja mendarat dengan pesawat charter bersama 5 orang lainnya.
Masing-masing 2 orang tim IBS, Kepala Dinas Kementerian Kominfo, satu Staf Distrik (camat), serta satu pemuda dari Distrik Borne.
Rencana awal, Benyamin ingin mengobrol bersama masyarakat setempat selama 2-3 jam. Ia meminta agar pesawat charter-nya terbang untuk menyelesaikan pekerjaan di wilayah lain, baru menjemputnya lagi beberapa jam kemudian.
Seperti yang dikatakan Budi Arie, Benyamin menyaksikan sendiri antusiasme masyarakat atas pembangunan BTS 4G di tempat tinggal mereka. Ia dan rekan-rekannya disambut dengan gembira saat pertama kali mendarat.
“Tapi begitu pesawat take off, tiba-tiba datang 5 orang dengan senjata menggeledah kita,” kata dia kepada CNBC Indonesia/
Masyarakat yang tadinya bersemangat akhirnya mundur perlahan. Benyamin tak menyebut secara spesifik 5 oknum bersenjata itu datang dari kelompok apa. Yang jelas, mereka tidak mewakili suara masyarakat daerah tersebut.
“Kembali lagi, masyarakat juga takut,” ujar Benyamin.
“Setelah kami digeledah, lalu disuruh jalan sekitar 100 meter dari tempat landing. Kami dibawa ke sebuah lapangan. Lalu mereka bikin video,” ia melanjutkan ceritanya.
Di video itu, Benyamin diminta mencium bendera Bintang Kejora milik OPM. Intinya, kata dia, kelompok tersebut tak mau ada pembangunan dari pemerintah NKRI.
Setelah membuat video dan diinterogasi, Benyamin tak sadar lengannya dibacok. Kala itu, ia mengatakan pikirannya sudah ke mana-mana dan tak sempat merasakan sakitnya dibacok.
“Ini darah saya mengucur, lalu saya disuruh minum darah sendiri,” kata dia.
Setelah dua jam berdarah tersebut, Benyamin akhirnya disuruh mengambil uang Rp 500 juta sebagai tebusan. Ia sepakat dan meminta menghubungi pesawat charter-nya. Untungnya, di situ ada BTS yang menyala.
Ketika pesawat datang, ia berjalan dan tak melihat ke belakang lagi. Pilot yang melihat lengan Benyamin berlumuran darah langsung menyuruhnya cepat ke pesawat.
4 orang yang disandera bersamanya tertahan hingga 4 hari kemudian, dari Jumat ke Senin. Mereka dijemput langsung oleh Wakil Bupati, tokoh agama, dan tokoh adat setempat.
BTS Dirobohkan di Papua
Foto: Deputi Project Director PT SEI konsorsium paket 3, Agus Purnama. (CNBC Indonesia/Kartini Bohang) Deputi Project Director PT SEI konsorsium paket 3, Agus Purnama. (CNBC Indonesia/Kartini Bohang) |
Tantangan serupa juga dialami Deputi Project Director PT SEI, Agus Purnama. Timnya mengerjakan BTS paket 3 di Papua.
Ia bercerita beberapa saat lalu ketika sedang bekerja, tiba-tiba timnya mendeteksi ada site yang mati. Saat dicek dari atas helikopter, ternyata BTS sudah roboh.
Mereka pun tak berani lagi masuk ke desa yang terletak di Kabupaten Paniayi tersebut. Padahal di sana rencananya ada 4 lokasi yang mau dibangun.
“Pembangunan sudah sampai perangkat terpasang dan siap on air. Tapi dari atas kami lihat towernya sudah roboh,” ia bercerita.
Penarikan tim di lokasi tersebut juga diminta melintasi desa tersebut. Desa ini termasuk salah satu dari 628 BTS 4G yang belum rampung dan dilanjutkan tahun depan.
Salah satu solusinya, kata dia, akan dilakukan relokasi ke desa lain yang sama-sama membutuhkan pembangunan BTS 4G namun relatif masih aman.
Akibat kerobohan BTS tersebut, ia mengatakan kerugian materilnya kira-kira lebih dari Rp 1 miliar.
Terlepas dari tantangan geografis dan keamanan di pedalaman Papua, Kominfo yakin perintah dari Jokowi bisa selesai di semester-1 2024.
Budi Arie mengatakan tujuan utama pemerataan digital hingga ke pelosok adalah meningkatkan produktivitas warga, sehingga semuanya punya peluang yang sama dengan masyarakat perkotaan.
Ia berharap upaya pemerataan digital tidak berhenti di infrastruktur, melainkan pemanfaatannya yang maksimal untuk sekolah, kesehatan, dan ekonomi.
“Daerah yang belum harus dituntaskan juga. Paling nggak sebelum beliau [Jokowi] di Oktober 2024 selesai, kita bisa mewujudkan pemerataan akses konektivitas di seluruh Indonesia. Merdeka internet,” ia memungkasi.