Pakar Intelijen, Stanislaus Riyanta menilai penghargaan Bintang Mahaputera bagi Gatot Nurmantyo adalah hal yang biasa saja. Sebab penghargaan tersebut berhak diberikan kepada semua mantan menteri dan pimpinan lembaga yang menyelesaikan tugas satu periode.
“Yang menarik itu segi waktunya. Harusnya penghargaan ini diberikan saat peringatan HUT Kemerdekaan 17 Agustus, ini justru diberikan pada momen hari pahlawan, 10 November. Semua orang akan berasumsi ini langkah untuk merangkul Pak Gatot,” kata Stanis diwawancara Tagar TV, Kamis, 5 November 2020.
Stanis menilai pemilihan waktu pemberian Bintang Mahaputera sebagai diplomasi politik dari pemerintah untuk Gatot Nurmantyo yang memposisikan diri sebagai oposisi.
“Ini momentum yang tepat, semua akan berasumsi ini langkah merangkul Pak Gatot,” tuturnya.
Ditanyakan akankah Gatot Nurmantyo melunak setelah mendapat penghargaan, Stanis meyakini harapan itu ada.
“Yang perlu dilihat adalah kekuatannya Pak Gatot apakah kuat secara personal, atau merepresentasikan KAMI. Jika pun Pak Gatot melunak, belum tentu KAMI akan melunak. Sebagai figur oposisi, saat ini memang cukup kuat secara individu, tapi belum sekuat Prabowo saat menjadi oposisi,” katanya.
Penghargaan Bintang Mahaputera bagi Gatot Nurmantyo yang berjasa besar di bidang militer, dinilai Stanislaus sebagai salah satu skenario untuk memecah kelompok oposisi.
Katanya, pemberian penghargaan Bintang Mahaputera adalah hak Gatot Nurmantyo ketika dia telah purna tugas sebagai Panglima TNI. Siapapun akan mendapatkan hal itu.
“Jadi ini sifatnya menghargai hal yang lampau. Karena itu, belum tentu ke depan Gatot Nurmantyo melunak. Belum tentu dia tidak menjadi oposisi. Minimal ada perhatian dari pemerintah kepadanya untuk menjalin komunikasi yang lebih intens itu pasti,” sebutnya.
Diterangkan Stanis, karena semua mantan Panglima TNI berhak menerima penghargaan itu, maka andai saja Gatot Nurmantyo tidak mendapatkannya, akan menjadi pertanyaan besar.
“(Jika tidak diberikan) justru akan memberi jarak yang semakin besar antara pemerintah dengan Pak Gatot. Menariknya, kok diberikan sekarang, tidak diberikan tanggal 17 Agustus tahun depan. Ini suatu strategi tertentu dari pemerintah untuk merangkul Pak Gatot,” tegasnya.
Ditanyakan potensi Gatot Nurmantyo berkontestasi dalam pemilu 2024, Stanis berkeyakinan masih terdapat jalan terjal dan sekelumit regulasi yang harus dihadapi.
“Kalau mau ke sana tentu harus melakukan konsolidasi dengan partai politik. Saya kira masih jauh untuk bicara 2024. Tapi untuk dianggap sebagai figur berpengaruh dalam opisisi saat ini, saya rasa cukup berpengaruh,” pungkasnya.