Pembubaran FPI Itu karena Ulah Habib Rizieq dan Pendukungnya Sendiri, Sudah Show of Force, Frontal Lagi

Pengamat politik Abdul Hamid menilai, pembubaran Front Pembela Islam (FPI) merupakan buntut dari kepulangan Habib Rizieq Shihab ke Indonesia.

Ia menilai, saat itu HRS dan para pendukungnya seolah-olah langsung show of force dengan aksi penjemputan yang luar biasa berkerumun.

Itu kemudian dilanjutkan dengan sikap frontal dengan menggelar kerumunan-kerumunan lainnya.

Di sisi lain, Indonesia tengah berjuang mati-matian menekan angka penularan dan penyebaran Covid-19.

Dengan sikap tersebut, seakan membuat usaha pemerintah selama delapan bulan mengendalikan pandemi Covid-19 menjadi buyar seketika.

“Negara ini lagi jungkir balik mengatasi Covid-19 dan ekses negatifnya, tiba-tiba mereka membuat kerumunan luar biasa,” ujarnya.

Direktur Visi Indonesia Strategis ini juga menilai, FPI tidak membaca peta politik dengan baik.

Sebab, ‘sekutunya’ di Pilpres 2019 lalu, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sendiri sudah bergabung dengan pemerintahan.

“Pasca masuknya kubu Prabowo yang dilanjutkan dengan Sandi, FPI menjadi sebatang kara,” ulasnya.

Dengan kondisi demikian, FPI seperti tidak lagi memiliki dukungan.

“Tidak ada kekuatan politik yang memback up mereka,” sambungnya.

Bahkan kesan yang muncul adalah, FPI hanya dimanfaatkan untuk kepentingan politik saja.

“FPI hanya dijadikan tunggangan politik elit tertentu yang ketika tercapai kemudian tercampakkan,” ucapnya.

Semestinya, kata Hamid, FPI melakukan restrategi seperti cooling down terlebih dahulu.

Konsolidasi internal dengan baik sambil mencari cantolan politik baru yang bisa menjadi perisai mereka.

Tapi kini, FPI dinilai Hamid benar-benar sudah nyaris tak memiliki kekuatan.

“Dengan ditetapkannya HRS sebagai tersangka kerumunan dan ditambah chat mesum kembali dihidupkan, posisi FPI sangat lemah,” tandasnya.

Sebelumnya, Pemerintah resmi membubarkan FPI dan melarang semua kegiatan serta atribut yang mengatasnamakan FPI.

Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan, kini ormas milik Rizieq Shihab itu sudah tidak memiliki legal standing lagi.

Pembubaran dan penghentian kegiatan FPI dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

SKB tersebut ditandatangani oleh Mendagri Tito Karnavian, Menkumham Yasonna Laoly, Menkominfo Johnny G. Plate, Kapolri Jenderal Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kepala BNPT Komjen Boy Rafly Amar.

Pertama, adanya UU 16/2017 tentang Ormas dimaksudkan untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar negara, yakni Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Kedua, isi anggaran dasar FPI dinyatakan bertentangan dengan Pasal 2 UU Ormas.

Ketiga, Keputusan Mendagri No. 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas berlaku sampai 20 Juni 2019 dan sampai saat ini belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT.

Keempat, bahwa ormas tidak boleh bertentangan dengan Pasal 5 huruf g, Pasal 6 huruf f, Pasal 21 huruf b dan d, Pasal 59 Ayat (3) huruf a, c, dan d, Pasal 59 Ayat (4) huruf c, dan Pasal 82A UU Ormas.

Kelima, bahwa pengurus dan/atau anggota FPI, maupun yang pernah bergabung dengan FPI, berdasarkan data, sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme.

Dari angka ini, 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.

Keenam, telah terjadi pelanggaran ketentuan hukum oleh pengurus dan atau anggota FPI yang kerap melakukan berbagai razia atau sweeping di tengah masyarakat.

Padahal, sebenarnya kegiatan itu menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *