Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) ke-10 yang diperkirakan akan dilaksanakan pada 25-28 November 2020 mendatang. Munas ini akan menjadi momentum sangat strategis dalam mengawal NKRI, Umat dan bangsa ini ke depan.
Karena itu, perlu dipersiapkan evaluasi dan perumusan program yang visioner, dan mengidentifikasi calon ketua umum yang memiliki kualifikasi keulamaan yang mumpuni dan istiqamah. Kandidat atau tokoh yang memiliki peluang besar menjadi ketua umum ke depan adalah yang mampu meningkatkan peran MUI sebagai Shodiqul Hukumah. Adalah KH Miftachul Ahyar yang saat ini menjabat Rais Aam PBNU.
Ketua MUI Jateng KH Achmad Darodji mendukung KH Miftachul Ahyar untuk menjadi ketua umum MUI mendatang. Hal ini sejalan dengan para ketua umum MUI sebelumnya yang memang berasal dari Rais Aam PBNU, seperti KH Sahal Machfud dan KH Ma’ruf Amin.
“Kami memang ada pemikiran ke arah itu. Karena wajah dari ketua MUI adalah ahli fiqih. Jika para Rais Aam PBNU yang terpilih, berarti memenuhi kompetensi itu. Karena produk MUI ada di Komisi Fatwa. Bahkan yang diminta masyarakat, utamanya adalah fatwa. KH Miftachul Ahyar memiliki kompetensi itu,” katanya.
Kendati begitu, KH Darodji mengusulkan agar KH Miftachul Ahyar didampingi didampingi oleh figur yang memiliki kemampuan manajerial sehingga terbangun kepemimpinan yang klop. Terutama figur yang sudah punya akses kemana-mana pada level nasional. “Saya yakin, jika KH Miftachul Ahyar terpilih sebagai ketua MUI, bisa diterima banyak pihak, karena kapasitas yang beliau miliki,” jelasnya.
Kendati begitu, katanya, ada juga kandidat lainnya yang dipilih melalui formatur. Formatur tersebut semacam Ahlul Wali Wal Afdi yang menentukan tentang pertama siapa yang dipilih menjadi ketum kemudian diberi kewenangan untuk menyusun dewan pimpinan harian.
Sementara itu, sebagai Himayatul Ummah, MUI telah melakukan langkah-langkah strategis dan konkret dalam melindungi umat Islam dari hal-hal yang buruk, seperti makan dan minuman yang haram, kebodohan dan kemiskinan, dan bahaya paparan paham radikal dan terorisme.
Sebagai Shodiqul Hukumah, MUI sudah menjalankan berbagai program kerja yang saling mengisi dan melengkapi dengan program pemerintah. MUI bekerjasama dengan berbagai kementerian dan lembaga pemerintah untuk membantu meringankan beban dan tanggung jawab pemerintah,
Program tersebut antara lain mencakup bidang keagamaan, dakwah, halal, kerukunan umat beragama, pendidikan, ekonomi dan keuangan syariah, kesehatan, kependudukan, hingga masalah penyalagunaan narkoba.
Terkait hasil Rakernas V MUI mendorong seluruh elemen, khususnya pimpinan MUI di seluruh jenjang untuk kembali memperkokoh Ukhuwwah Islamiyah, Ukhuwwah Wathaniyyah dan Ukhuwwah Insaniyah, serta memperteguh posisi MUI sebagai Khadimul Ummah dan Shodiqul Hukumah.
Sejak dibentuk pertama kali, MUI sudah menempatkan dirinya di tengah-tengah antara masyarakat dan pemerintah. Di masyarakat, MUI berlaku sebagai Himayatul Ummah atau pelindung umat. Bagi pemerintah, menjadi mitra atau Shaqidul Hukumah. Dua peran inilah untuk ditingkatkan dan dikuatkan demi persatuan umat (ukhuwah islamiyah) dan bangsa (ukhuwah wathaniyah).
Sedangkan Hasil Rakernas MUI ke-V ini mengamanahkan kepada Dewan Pimpinan agar menjadikan Munas 2020 sebagai momentum reposisi peran, khidmah, kebangkitan, dan transformasi MUI di era Revolusi Industri 4.0, dengan peran konstruktif Ketua Umum MUI sebagai lokomotifnya.
Rakernas V MUI juga mengamanahkan penyiapan Munas dengan sebaik-baiknya. Hal ini penting dilakukan karena terjadi polarisasi di kalangan umat pasca-Pemilu 2019 akibat perbedaan ijtihad politik.
Hasil Rakernas MUI V mengamanatkan dan mengharapkan ketua umum ke depan dapat menjaga kesinambungan organisasi sekaligus menjaga tradisi alih kepemimpinan secara baik dan bijaksana bagi kelanjutan hubungan MUI dengan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.
Sosok ketua umum MUI ini memang isu yang sangat penting, strategis, dan menentukan arah bangsa Indonesia ke depan. Setidaknya dalam ikut mengawal para pemimpin bangsa, MUI sebagai wadah berhimpunnya ulama, zuama, dan cendekiawan muslim di Indonesia, menjadi tumpuan harapan.
Ketua umum ke depan diharapkan terbebas dari kepentingan kelompok Islam yang berafiliasi kepada kelompok radikalisme sehingga dapat memecah belah anak bangsa, khususnya umat Islam seperti ISIS, HTI dan lainnya.