MRP Teken MoU Penguatan Otsus dengan Aceh: Kita Tak Ingin Lawan Pemerintah Pusat

Lembaga Wali Nanggroe Aceh dan Majelis Rakyat Papua (MRP) meneken kerjasama untuk menguatkan advokasi implementasi kekhususan kedua daerah tersebut yang dinilai telah mulai dilupakan oleh Pemerintah Pusat.

Pertemuan kedua lembaga itu digelar di Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Rabu (1/12). Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar mengatakan nota kesepahaman atau MoU ini sebagai jalan untuk bersama-sama memperjuangkan apa yang menjadi kewajiban negara kepada Aceh dan Papua.

“Apa yang kita lakukan ini bisa kita perjuangkan bersama, jadi apa yang belum diselesaikan oleh Pemerintah Pusat kepada rakyat Papua dan Aceh itu segera diselesaikan,” kata Malik Mahmud kepada wartawan.

Menurutnya, masih ada hal yang tercantum dalam UU Pemerintah Aceh, butir-butir yang tertuang dalam MoU Helsinki, dan UU Otsus Papua yang belum direalisasikan oleh Pemerintah Pusat.

“Jadi MoU antara MRP dan Lembaga Wali Nanggroe lebih ke advokasi bersama, dimana dalam tuntutan kita yang tertuang dalam UU bisa diselesaikan,” ucapnya.

Sementara itu, pimpinan MRP Timotius Murib menyampaikan pihaknya tidak ingin melawan negara dalam memperjuangkan hak-hak rakyat Papua sebagaimana yang telah diatur dalam UU. Tuntutan itu dilakukan pihaknya sesuai hukum yang berlaku.

Sejauh ini kata Timotius, MRP sudah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang otonomi khusus Papua yang sudah disahkan oleh Pemerintah Pusat.

“Kita advokasi bersama secara santun dan kita tidak melawan negara. Kita secara santun sesuai UU dan hukum yang berlaku di RI. Kita selalu mengingatkan pemerintah pusat terus menerus, harus diingat pusat jangan banyak kesibukan, lalu melupakan kita,” ucapnya.

Timotius mengatakan baru empat dari 20 kekhususan yang diberikan Pusat kepada Papua yang sudah direalisasikan. Selain itu, kata dia, banyak penyimpangan dalam revisi UU Otsus Papua.

“Atas dasar itulah MRP sebagai representasi warga Papua merasa ada hal kesepakatan yang menyimpang, kemudian kita melakukan judicial review,” ujarnya.

Dengan adanya MoU ini pihaknya berharap kedua daerah yang pernah dilanda konflik ini bisa bersatu menyuarakan tuntutan sebagaimana yang diatur dalam UU otonomi khusus kedua daerah itu.

“Kami bersyukur dari Aceh mendukung konstitusional ini, perjuangan yang sakral ini,” katanya.

Diketahui, hari ini, 1 Desember, menjadi hari besar bagi para pendukung kemerdekaan Papua. Ini mengambil momentum pengakuan kemerdekaan oleh pemerintahan Belanda pada 1961.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *