Mengenal Paxvloid Pfizer, Obat Terapi Covid Rekomendasi WHO

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan Paxlovid sebagai obat mujarab bagi pasien covid-19 berisiko tinggi.

Paxlovid merupakan obat buatan Pfizer yang diklaim telah melakukan uji klinis mengurangi risiko rawat inap di rumah sakit. Bahkan, WHO menyebut obat tersebut sebagai obat paling manjur yang pernah ada.

Analisis WHO terhadap dua uji klinis Paxlovid yang melibatkan hampir 3.100 pasien menunjukkan, hal itu mengurangi risiko rawat inap hingga 85 persen.

Pada pasien berisiko tinggi, yakni mereka yang memiliki risiko rawat inap lebih dari 10 persen, penggunaan Paxlovid dapat mengurangi 84 rawat inap per 1.000 pasien, kata badan tersebut.

“Terapi [obat] ini tidak menggantikan vaksinasi. Mereka hanya memberi kami pilihan pengobatan lain untuk pasien terinfeksi yang berisiko lebih tinggi,” kata Janet Diaz, pimpinan WHO pada manajemen klinis.

Supaya lebih efektif, penggunaan Paxlovid harus diberikan di tahap awal ketika munculnya penyakit.

Sementara itu, penggunaan Paxlovid dengan obat umum lain disebut dapat memperumit penggunaannya. Selain itu, Paxlovid belum diteliti untuk digunakan pada wanita hamil, wanita menyusui atau anak-anak.

Paxlovid merupakan obat pil antivirus Covid-19 yang mendapat izin penggunaan dari FDA sebagai obat oral pasien virus corona dengan gejala ringan dan sedang.

Penggunaan obat ini wajib atas resep dokter. Pasien yang memenuhi syarat mengonsumsi Paxlovid adalah mereka yang berisiko tinggi berusia 12 tahun ke atas dengan berat badan minimal 40 kilogram dan memiliki hasil tes positif Covid-19.

Paxlovid terdiri dari nirmatrelvir yang menghambat protein SARS-CoV-2 menghentikan replikasi virus, serta ritonavir yang memperlambat pemecahan nirmatrelvir untuk membantunya tetap berada di dalam tubuh dalam waktu yang lebih lama pada konsentrasi yang lebih tinggi.

Paxlovid diberikan tiga tablet dengan rincian dua tablet nirmatrelvir dan satu tablet ritonavir dalam satu kali minum selama lima hari dengan total 30 tablet. Paxlovid tidak diizinkan untuk digunakan lebih dari lima hari berturut-turut.

“Otorisasi [WHO] memperkenalkan pengobatan pertama untuk Covid-19 dalam bentuk pil yang diminum secara oral. Langkah maju yang besar dalam memerangi pandemi global,” kata Patrizia Cavazzoni, Direktur Pusat Evaluasi dan Penelitian Obat FDA.

Paxlovid tidak diizinkan untuk pencegahan atau pasca terpapar Covid-19 atau untuk memulai pengobatan pada mereka yang memerlukan rawat inap karena Covid-19 yang parah atau kritis.

Paxlovid bukanlah pengganti vaksinasi pada individu. Masyarakat tetap direkomendasikan untuk vaksinasi Covid-19 dan dosis booster.

Penerbitan EUA [Emergency Use Authorization] berbeda dari persetujuan FDA. Dalam menentukan apakah akan mengeluarkan EUA, FDA mengevaluasi totalitas bukti ilmiah yang tersedia dan dengan hati-hati menyeimbangkan risiko yang diketahui atau potensial dengan manfaat produk yang diketahui atau potensial.

Berdasarkan tinjauan FDA terhadap totalitas bukti ilmiah yang tersedia, badan tersebut telah menentukan, Paxlovid efektif untuk pengobatan Covid-19 pada pasien dengan gejala ringan hingga sedang. Manfaat Paxlovid diketahui potensial bila digunakan sesuai ketentuan.

Data utama yang mendukung EUA untuk Paxlovid ini berasal dari EPIC-HR, uji klinis acak, double-blind, kontrol plasebo yang mempelajari Paxlovid untuk pengobatan orang dewasa bergejala yang tidak dirawat di rumah sakit dengan diagnosis laboratorium yang dikonfirmasi terinfeksi SARS-CoV-2.

Dalam analisis ini, 1.039 pasien telah menerima Paxlovid, dan 1.046 pasien telah menerima plasebo dan di antara pasien ini, 0,8 persen yang menerima Paxlovid dirawat di rumah sakit atau meninggal selama 28 hari masa tindak lanjut dibandingkan dengan 6 persen pasien yang menerima plasebo.

Sampai saat ini, keamanan dan efektivitas Paxlovid untuk pengobatan covid-19 terus dievaluasi.

Efek samping yang dimungkinkan terjadi pada penggunaan Paxlovid adalah gangguan indera perasa, diare, tekanan darah tinggi dan nyeri otot.

Menggunakan Paxlovid pada saat yang sama dengan obat-obatan tertentu lainnya dapat mengakibatkan interaksi obat yang berpotensi signifikan.

Menggunakan Paxlovid pada orang dengan infeksi HIV-1 yang tidak terkontrol atau tidak terdiagnosis dapat menyebabkan resistensi obat HIV-1.

Ritonavir dapat menyebabkan kerusakan hati, jadi harus berhati-hati saat memberikan Paxlovid kepada pasien dengan penyakit hati, kelainan enzim hati atau liver yang sudah ada sebelumnya. Sebab, Paxlovid bekerja dengan menghambat sekelompok enzim yang memecah obat tertentu.

Paxlovid dikontraindikasikan dengan obat-obatan tertentu yang sangat bergantung pada enzim tersebut untuk metabolisme dan yang menyebabkan peningkatan konsentrasi obat-obatan tertentu yang berhubungan dengan serius dan/atau kehidupan.

Paxlovid Pfizer juga tidak dianjurkan pada pasien dengan penyakit bawaan berupa ginjal berat atau gangguan hati yang parah. Pada pasien dengan gangguan ginjal sedang, dosis Paxlovid perlu dikurangi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *