Menabur Suriah Menuai Kencleng: Metamorfosis Penggalangan Dana Jamaah Islamiyah

MEMBAWA bongkahan dolar Amerika Serikat sebanyak 12 ribu atau sekitar Rp 170 juta, Laswadi bersama Syaiful Haq berangkat ke Suriah pada 2015. Dari jumlah itu, US$ 2 ribu untuk biaya operasional Laswadi dan Syaiful selama di sana. Sisanya, US$ 10 ribu, untuk diserahkan kepada Jabhat Al-Nusra, kelompok teroris yang berafiliasi dengan Al-Qaidah, yang sedang berperang dengan pemerintah Suriah.

Penyerahan bantuan bukan satu-satunya misi Laswadi dan Syaiful selama dua pekan di Idlib, Suriah bagian utara. Keduanya juga diminta oleh Syam Organizer, lembaga yang mengirim mereka ke sana, untuk mendokumentasikan kegiatan itu. Sebelum berangkat, Syam Organizer sampai membekali dua pengurus daerahnya itu masing-masing sebuah telepon genggam baru untuk mengerjakan tugas tersebut.

Syam Organizer bermaksud menjadikan dokumentasi itu sebagai bukti bahwa sumbangan yang mereka galang dari “umat dan organisasi Jamaah Islamiyah” sudah diserahkan. Kepada penyidik yang memeriksanya pada 15 April 2021, sebelas hari setelah ditangkap di Yogyakarta, Laswadi mengatakan dokumentasi tersebut akan memompa semangat para donatur untuk terus memberikan sumbangan.

Apalagi, penggalangan dana oleh Syam Organizer selalu dikemas sebagai bantuan kemanusiaan. “Untuk menarik simpati masyarakat,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan pada Senin, 16 Agustus 2021. Selain itu, untuk menepis kecurigaan polisi.

Sebelum berangkat ke Suriah, Laswadi alias Abu Zaid telah setahun menjadi Ketua Syam Organizer Daerah Purwodadi. Menjadi pengumpul dana membuat dia sering muncul di permukaan. Bergabung dengan Jamaah Islamiyah atau JI sejak 2005, sebelumnya ia lebih banyak bergerak dalam perekrutan melalui halaqah tertutup yang dibentuknya. Sejak mengurus Syam Organizer Purwodadi, ia berulang kali menyelenggarakan tablig akbar dengan topik-topik yang menggugah kepedulian untuk menjaring donasi dari masyarakat luas.

Tablig akbar di Masjid Jabalul Khoir di Purwodadi pada April 2014, misalnya, bertema “Mari Berbagi, Mari Peduli” dan berhasil mengumpulkan Rp 7 juta dari donasi 200-300 peserta. Adapun tablig akbar di Pati yang mengusung topik “Sehari Peduli Suriah” pada Maret 2015 menghimpun Rp 20 juta. “Ada juga ‘Qurban Peduli Syam’, ‘Ramadhan Peduli Syam’, ‘Syam Bread Factory’, hingga ‘Syam Productive Assistance’,” kata Komisaris Besar Ramadhan. 

Penggunaan nama “Syam” pada berbagai program itu memang merujuk pada negeri Syam, nama lain Suriah. “Nama Syam identik dengan daerah konflik di Timur Tengah,” kata Laswadi kepada polisi. Walau begitu, Syam Organizer juga mengangkat isu kemanusiaan di Palestina. Dana yang dikumpulkan lewat kencleng dan kotak amal dalam setiap kegiatan paling sedikit mencapai Rp 6 juta. Namun seringnya mencapai belasan juta rupiah dan tak jarang puluhan juta, seperti dari acara safari Ramadan di Rembang pada 2016 yang menembus Rp 48 juta. 

Strategi lain untuk menangguk sumbangan lebih besar adalah membuat Syam Organizer “kelihatan lebih universal”. Laswadi sendiri yang mengusulkan gagasan itu pada awal 2016. “Sebagai cover supaya lebih bisa diterima oleh masyarakat,” kata pria kelahiran 1975 itu kepada penyidik.

Mula-mula Syam Organizer membolehkan perempuan menjadi customer service—sesuatu yang belum pernah terjadi di organisasi binaan JI. Aturan berpakaian juga dilonggarkan. Laki-laki boleh memakai celana jins dan tidak harus cingkrang, sedangkan perempuan boleh mengenakan jilbab yang “tidak usah terlalu syar’i”. Selain itu, jumlah kader JI di dalam Syam Organizer daerah juga dikurangi agar lebih menyatu dengan masyarakat. “Sehingga tidak tercium aparat kepolisian,” ujar Laswadi, yang pernah bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Purwodadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *