Pemerintah Provinsi Papua dalam pelaksanaan Otonomi Khusus Papua pada 20 tahun ke depan akan menaruh perhatian kepada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia orang asli Papua.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Papua, Adolof Kambuaya dalam acara webinar “Memandang Papua 20 Tahun ke Depan” yang diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada Jumat (10/12/2021).
Kambuaya menyatakan hingga kini Indek Pembangunan Manusia (IPM) Papua masih menjadi yang terendah di Indonesia. “Secara nasional kita [Papua] dalam IPM masih berada di urutan ke-34 dari 34 provinsi di Indonesia,” ujarnya.
Badan Pusat Statistik Pusat menyebutkan IPM Provinsi Papua pada 2021 mencapai 60,62 persen, sementara IPM Papua Barat berada di 65,26 persen. Capaian IPM di Papua dan Papua Barat terus mengalami peningkatan, namun masih berada di bawah rata-rata nasional 72,29 persen.
Kambuaya mengatakan Pemerintah Provinsi Papua menargetkan IPM Papua untuk naik menjadi 70 persen pada tahun 2041. Ia menyatakan upaya meningkatkan IPM Papua terkendala oleh banyaknya anak-anak Papua di daerah pedalaman yang belum bisa baca-tulis.
Ketimpangan gender di Papua juga membuat tingkat pendidikan anak perempuan Papua lebih rendah dari anak laki-laki. “Itulah menjadi tugas dan tanggungjawab kami, [Pemerintah Provinsi Papua pada] pelaksanaan ‘Otsus Jilid 2’ itu, bagaimana kami menaikan IPM di Provinsi Papua, itu tujuan kami,” katanya.
Menurut Kambuaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Papua, pembangunan harus langsung dirasakan masyarakat.
Hal termasuk pemenuhan kebutuhan rumah yang sehat sesuai dengan kondisi adat masing-masing, peningkatan derajat kesehatan yang di ukur dari usia harapan hidup, serta pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi masyarakat Papua.
“Itulah target kami, yang direncanakan dalam perencanaan induk pembangunan Papua 20 tahun kedepan,” ujarnya. Pegiat perempuan Papua, Yuliana Numberi mengatakan selama ini pembangunan di Papua kurang berpihak kepada kepentingan perempuan. Hal itu disebabkan sistem budaya patriarki yang masih mendominasi di Papua.
Numberi berharap penyusunan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua itu melibatkan kaum perempuan, sehingga kaum perempuan juga memberikan masukan bagi penyusunan rencana induk itu.
“Perempuan itu melahirkan kehidupan. Kalau hari ini hutan Papua, wilayah adat hutan, diobrak-abrik investor yang tidak memberdayakan masyarakat adat, dampaknya akan merasakan perempuan dan anak-anak generasi masa depan,” katanya