Oleh: Komjen Pol Dr Boy Rafli Amar MH
Kepala BNPT RI
TINDAK pidana terorisme merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) sehingga membutuhkan penanganan dengan cara-cara luar biasa (extraordinary measure).
Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme bahwa terorisme didefinisikan sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.
Berdasarkan pada penjabaran di atas bahwa terorisme adalah kejahatan serius (serious crime).
Beberapa aksi terorisme di Indonesia seperti penemuan jasad tanpa kepala di Pegunungan Maetangi Kabupaten Poso pada tanggal 7 April 2020, penembakan terhadap anggota POLRI a.n Briptu Ilham yang berlokasi di Kabupaten Poso pada tanggal 15 April 2020, penemuan jasad warga di Gunung Desa Kawende Kabupaten Poso pada tanggal 19 April 2020.
Penyerangan Polsek Daha Selatan di Kalimantan Barat pada tanggal 1 Juni 2020, penyerangan terhadap Satgas Tinombala di Kabupaten Poso pada tanggal 7 Juni 2020, penyerangan terhadap angota Polri di Pos Pendakian Gunung Lawu, Tawangmangu Jawa Tengah pada tanggal 21 Juni 2020.
Bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada tanggal 28 Maret 2021, serta penembakan pada pos penjagaan Mabes Polri pada tanggal 31 Maret 2021.
Perkembangan kejahatan terorisme di Indonesia sangat mengkhawatirkan dan mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal itu terlihat dari karakteristik perkembangan terorisme sebagai berikut Pertama, teroris dan serangan teroris di Indonesia menunjukkan keterkaitan jaringan militan lokal dengan jaringan internasional.
Kedua, teroris memanfaatkan ideologi dan paham yang terkait dengan ajaran agama yang diartikan secara sempit dan terbatas.
Ketiga, teroris memanfaatkan teknologi modern, baik dalam hal pengumpulan dana untuk melaksanakan aksi teror maupun penyebaran ideologi radikal terorisme secara luas.
Keempat, modus operandi serangan terorisme saat ini masih didominasi oleh aksi kekerasan, baik dalam bentuk bom bunuh diri, bom mobil, dan penyerangan bersenjata kepada aparat dan simbol-simbol asing serta fasilitas umum.
Dalam upaya menanggulangi ancaman bahaya terorisme, Pemerintah Indonesia telah membentuk sebuah badan khusus yang disebut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Hal ini didasarkan pada kewajiban asasi negara Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: “…Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” (Pembukaan UUD 1945, Pokok Pikiran Pertama).
Pokok pikiran ini selanjutnya dijabarkan dalam Pasal 27 ayat 3 UUD 1945, bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” Selain itu, upaya Pemerintah dalam menanggulangi ancaman bahaya terorisme dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan, dan Penanggulangan Ekstrimisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (Perpres RAN PE).
Sebagai institusi pemerintah yang memiliki tugas pokok mengoordinasikan upaya-upaya penanggulangan terorisme, BNPT selama ini melakukan dua pendekatan yaitu hard approach dan soft approach.
Pendekatan keras (hard approach) dilaksanakan dengan mendorong aparat penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) dengan didukung oleh TNI untuk melaksanakan penegakan hukum secara profesional dan transparan.
Sedangkan pendekatan lunak (soft approach) adalah pendekatan yang menjadi program prioritas BNPT melalui program (a) Deradikalisasi, program yang dilaksanakan kepada pelaku aksi teror, narapidana teroris, mantan narapidana teroris, keluarga dan jaringannya ; (b) Kontra radikalisasi dilaksanakan kepada masyarakat umum untuk meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap paparan paham radikal terorisme serta (c) kesiapsiagaan nasional.
Masalah Terorisme, sebagai suatu kejahatan transnasional yang bersifat multidimensional, kompleks dengan risiko penanganan yang tinggi, memerlukan program penanggulangan yang efektif.
Program penanggulangan terorisme yang dilakukan oleh BNPT tidak dapat dikerjakan secara sendiri.
Namun, masalah radikal terorisme adalah tanggung jawab seluruh komponen dan anak bangsa lainnya yang memerlukan kerja sama seluruh pihak, terlebih bagi aparatur penyelenggara Negara.
Kerja sama yang sinergis Antarkementerian/Lembaga perlu dilakukan secara berkelanjutan dan konsisten bersama-sama dalam program penanggulangan terorisme.
BNPT mengkoordinasikan Program Sinergisitas Antarkementerian/Lembaga dalam Penanggulangan Terorisme dengan membentuk suatu Sekretariat Sinergsitas.
Namun, masalah radikal terorisme adalah tanggung jawab seluruh komponen dan anak bangsa lainnya yang memerlukan kerja sama seluruh pihak, terlebih bagi aparatur penyelenggara Negara.
Kerja sama yang sinergis Antarkementerian/Lembaga perlu dilakukan secara berkelanjutan dan konsisten bersama-sama dalam program penanggulangan terorisme.
BNPT mengkoordinasikan Program Sinergisitas Antarkementerian/Lembaga dalam Penanggulangan Terorisme dengan membentuk suatu Sekretariat Sinergsitas.
Bentuk-bentuk kegiatan sinergisiatas yang telah dilakukan :
a. Penanggulangan terorisme dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar melalui pembangunan infrastruktur.
Dukungan pemenuhan kebutuhan dasar tersebut seperti dukungan pengeboran sumber air kepada pondok pesantren dan lingkungan masyarakat yang kesulitan air bersih oleh Kementerian ESDM, Kementerian PUPR dan Kementerian BUMN.
Pembangunan dan perbaikan jalan akses masyarakat dari Kementerian PUPR, dukungan sarana penerangan jalan umum bertenaga surya (PJUTS) dari Kementerian ESDM, Pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana tempat ibadah dari Kementerian BUMN dan Kementerian Agama, Pembangunan MCK dari Kementerian BUMN dan pembangunan dan perbaikan rumah tempat tinggal dan rumah susun untuk salah satu pondok pesantren di Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah dan Kota Bima Provinsi Nusa Tenggaa Barat dari Kementerian PUPR serta kegiatan lainnya yang sudah dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga.
b. Penanggulangan terorisme dengan pendekatan pembangunan karakter dan perilaku sosial di masyarakat.
Hal ini dilakukan melalui pendekatan sosial masyarakat, pendidikan, keagamaan, dan penguatan sosial dan budaya.
Kegiatan tersebut antara lain pemberian materi wawasan kebangsaan dari TNI, Polri, BIN dan lain-lain, sosialiasasi kesadaran hukum dari Kejaksaan RI, kegiatan moderasi beragama dari Kementerian Agama dan kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dari Kementerian Kesehatan, dan berbagai kegiatan lainnya.
Selain kegiatan di atas, dikembangkan juga kegiatan yang menstimulasi munculnya solidaritas, kebersamaan dan persatuan masyarakat. Seperti gotong royong, saling peduli, saling menghormati, dan toleransi.
Hal ini dilakukan melalui pendekatan sosial masyarakat, pendidikan, keagamaan, dan penguatan sosial dan budaya.
Kegiatan tersebut antara lain pemberian materi wawasan kebangsaan dari TNI, Polri, BIN dan lain-lain, sosialiasasi kesadaran hukum dari Kejaksaan RI, kegiatan moderasi beragama dari Kementerian Agama dan kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dari Kementerian Kesehatan, dan berbagai kegiatan lainnya.
Selain kegiatan di atas, dikembangkan juga kegiatan yang menstimulasi munculnya solidaritas, kebersamaan dan persatuan masyarakat. Seperti gotong royong, saling peduli, saling menghormati, dan toleransi.