KAMI Organisasi Gatot, Alias Gagal Total

Mungkin itulah pertanyaan bersama dibalik hingar bingar kelahirannya, KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang kini mulai hilang di media ditelan zaman pasca UU Cipta Kerja disahkan pemerintah 5 Oktober 2020 lalu.

Maka tidak dipungkiri, pada saat kelahiran KAMI karena digawangi oleh tokoh-tokoh nasional seperti Achmad Yani, Rocky Gerung, Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Rochmad Wahab, Meutia Farida Hatta, MS Kaban, Said Didu, Refly Harun. Lalu terdapat nama Ichsanuddin Noorsy, Lieus Sungkharisma, dan Jumhur Hidayat, Abdullah Hehamahua, hingga Amien Rais.

Banyak pihak yang menggadang-gadang KAMI akan menjadi kelompok baru yang diperhitungkan dikancah politik nasional, tentu menjadi kekuatan politik diluar pemerintahan Jokowi.

Bukan apa kelahiran dari KAMI sendiri merespon bagiamana oposisi pemerintah Jokowi yang semakin sedikit jumlahnya dikala Partai Gerindra masuk di gerbong pemerintah Jokowi.

Perlu diketahui tokoh-tokoh yang membangun KAMI sendiri mayorotas adalah orang-orang yang mendukung Prabowo Subianto di pilpres 2019.

Peneliti politik dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai KAMI bisa mengubah wajah oposisi ekstra parlementer di Indonesia.

Menurut Wasis, selama ini tokoh-tokoh yang tergabung dalam KAMI mengkritik jalannya pemerintahan Jokowi secara personal. Kini, dengan terbentuknya KAMI, kritik para tokoh-tokoh tersebut kepada pemerintahan Jokowi akan lebih lantang dan terkonsolidasi dengan baik..

Selian itu tokoh KAMI juga memiliki “Jati Diri” yang memuat tentang KAMI sebagai gerakan moral rakyat, bergerak untuk melakukan pengawasan sosial, kritik, koreksi, dan meluruskan kiblat negara dari penyimpangan dan penyelewengan.

Namun dengan sepinya KAMI dipemberitaan media akhir-akhir ini, begitu juga kekeritisannya yang semakin hilang pasca UU Cipta Kerja, mungkinkah KAMI “benar” menjadi organisasi yang “Gatot” Alias Gagal Total?

Memang dikatakan akan gagal atau berhasilnya KAMI sebagai organisasi yang konsisten tentu masih tanda tanya. Sebab KAMI sendiri menurut pandangan saya tidak lagi sekonsisten saat UU Cipta Kerja yang saat itu di motori oleh Gatot Nurmantyo.

Berkaca saat itu, deklarasi yang dilakukan oleh KAMI tidak hanya di Jakarta dengan tokoh nasional yang tergabung dalam deklarasi di Lapangan Tugu Proklamasi, Jalan Pegangsaan Timur, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/8) melainkan juga menyusul di daerah-daerah lain di Indonesia.

Banyak pihak yang menganggap bawasannya pengaruh KAMI di politik akan besar dan mungkin akan menjadi kendaraan Gatot Nurmantyo Nyapres 2024 pada saat itu. Sebab pasca purna sendiri Gatot Nurmantyo digadang-gadang akan menjadi capres 2024 yang disokong oleh KAMI.

Tidak dipungkiri akhir-akhir ini tidak hanya KAMI, Gatot Nurmaantyo juga seperti tenggelam dalam wacana politik nasional. Maka mungkinkah KAMI organisasi yang dapat dikatakan sudah gagal dengan tidak aktifnya KAMI seperti pada saat pendiriaanya dan isu UU Cipta Kerja?

Atukah KAMI sendiri sedang menyiapkan suatu energy baru dan saat ini tertidur untuk menyongsong strategi pada saat 2024 nanti sudah dekat?

Memang saya tidak tahu persis tetapi KAMI yang seharusnya menjadi gerakan moral sendiri seharusnya juga tetap bersinar dalam menjadi penyeimbang kritik dan saran terhadap kebijakan pemerintah jokowi tidak hanya di saat-saat tertentu saja.

Sebab berdirinya KAMI sendiri tidak dapat ditampik karena digawangi oleh tokoh-tokoh nasional membuat angin segar oposisi sebagai pioneer sehatnya demokrasi dan pemerintahan di indoneisa.

Untuk itu dengan konsistennya KAMI berserta tokoh-tokohnya yang saat ini dapat dikatakan luntur, mungkinkah KAMI hanya euforia semata yang sifatnya temporeri?

Karena memang digawangi oleh tokoh-tokoh nasional, mungkinkah individu yang tergabung di KAMI sibuk dengan kesibukan masing-masing?

Tentu pertanyaan-pertanyaan itu yang jelas dipertanyakan public untuk KAMI itu sendiri, mungkinkah KAMI layu sebelum berkembang dalam wacana politik indonesia?

“Setiap apapun gerakan baik politik maupun lain sebagainya yang perlu dilakukan adalah konsistensi dalam menjalankan. Bukan apa konsistensi tersebut tidak lain untuk membangun kepercayaan pada masyarakat”.

Menurut saya jika memang KAMI ingin dipercaya lagi sebagai alternative kekuatan politik diluar pemerintah jokowi seperti pasca dibangungnya 2020 lalu, saya kira KAMI harus bangkit dan tokoh-tokohnya aktif lagi dalam wacana politik indonesia.

Tidak lain supaya masyarakat sendiri tidak bertanya-tanya dimana keberadaan KAMI, apakah sudah gagal sebagai suatu organisasi?

Ataukah memang ada hal lain yang membuat tidak aktifnya KAMI dalam wacana politik seperti  tahun 2020 lalu pada saat isu UU Cipta Kerja? Sebaiknya KAMI saat ini tidak hilang begitu jauh dari wacana poltik Indonesia sebagai tanda bukti eksistensi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *