Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali memperpanjang pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat (PTKM) pada 9-23 Februari. Kebijakan PTKM mikro ini di tingkat RT akan ada zonasi untuk mengukur kasus COVID-19, dan setiap kalurahan wajib memiliki posko untuk memantau pembatasan mobilitas masyarakat saat PTKM.
“Hari ini finalisasi instruksi Gubernur, kemudian sekda kabupaten/kota kita minta agar segera mensosialisasikannya hingga ke tingkat RT/RW,” kata Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji saat ditemui di Gedhong Pracimosono, Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kemantren Danurejan, Kota Yogyakarta, Senin(8/2/2021).
Aji mengatakan pada PTKM jilid 3 ini, pihaknya menerapkan sistem zonasi di tingkat RT. Hal ini untuk mengontrol penularan virus Corona atau COVID-19.
“PTKM kemarin umum dan ini lebih ke tingkat RT, dan ini nanti masing-masing RT ada zonasi sendiri-sendiri. Jadi bagi RT yang tidak ada kasus positif maupun berinteraksi dengan kasus positif dalam seminggu terakhir tidak ada dinyatakan zona hijau,” ujarnya.
“Tapi kalau dan kasus 1-5 disebut zona kuning, 6-10 zona oranye dan lebih dari 10 itu zona merah. Nah, yang menentukan zona itu konfirmasi positif dan suspek saja. Tidak ada 14 indikator yang biasa dipakai,” imbuhnya.
Aji menerangkan tiap zonasi memiliki batas waktu khusus untuk mobilitas warganya. Untuk PTKM mikro kali ini melarang semua aktivitas yang menimbulkan kerumunan.
“Untuk yang zona selain merah itu aktivitasnya yang menimbulkan kerumunan dibatasi sampai pukul 21.00 WIB. Sementara untuk zona merah pukul 20.00 WIB. Pokoknya aktivitas sosial dan ekonomi yang menimbulkan kerumunan,” kata Aji.
Dia menerangkan warga yang keluar masuk RT, nantinya diminta melalui proses screening di posko. Hal ini segera disosialisasikan ke RT/RW hingga kalurahan.
“Nanti kan di-screening orang mau keluar masuk mau apa ditanyakan keperluannya. Intinya kalau zona merah jam 21.00 WIB tidak boleh saling kunjung kecuali antar makanan saja,” ucapnya
“Untuk itu (mengawasi masyarakat) kita minta supaya di RT/RW, Kalurahan ada poskonya, dan itu wajib ya,” lanjutnya.
Dia juga mengizinkan pemberian sanksi bagi masyarakat yang melanggar aturan PTKM. Namun, sanksi yang diberikan bukan berupa denda melainkan sanksi sosial.
“Ketua posko kalau kelurahan lurah ya, selama ini dusun desa kelurahan sudah punya satgas jadi tinggal mengefektifkan saja. Yang jelas kita tidak akan minta duit dari yang melanggar, sanksinya sanksi sosial,” kata Aji.
Gubernur DIY, Sri Sultan HB juga bicara soal sanksi pelanggaran PTKM mikro di wilayahnya. Dia menyerahkan keputusan soal sanksi kepada bupati dan wali kota.
“Saya kira nanti kan ada keputusan nganu, keputusan Bupati/Wali Kota, yang membuat (aturan) kan Bupati Wali Kota. Jadi perkara sanksi silakan aja Bupati Wali Kota. Karena kita kan hanya garis besar saja,” ujar Sultan kepada wartawan di Bangsal Kepatihan, hari ini.
Berikut aturan PTKM Jilid 3 di DIY yang terdiri dari 17 poin:
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Instruksi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No: 5/INSTR/2021 tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk pengendalian penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
KESATU
Melaksanakan Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang berbasis mikro selanjutnya disebut
PPKM Mikro sampai dengan tingkat Rukun Tetangga (RT) Rukun Warga (RW)
yang berpotensi COVID-19.
KEDUA
PPKM Mikro sebagaimana dimaksud
pada Diktum KESATU dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria zonasi
pengendalian wilayah hingga tingkat RT dengan kriteria sebagai berikut:
a.
Zona Hijau dengan kriteria tidak ada kasus COVID-19 di satu RT maka
skenario pengendalian dilakukan dengan surveilans aktif, seluruh suspek
di tes dan pemantauan kasus tetap dilakukan secara rutin dan berkala;
b. Zona kuning dengan kriteria jika terdapat 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT
selama 7 (tujuh) hari terakhir, maka skenario pengendalian adalah menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu
melakukan isolasi mandiri untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat;
c.
Zona Oranye dengan kriteria jika terdapat 6 (enam) sampai dengan 10
(sepuluh) rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7
(tujuh) hari terakhir, maka skenario pengendalian adalah
menemukan
kasus suspek dan pelacakan kontak erat, lalu melakukan isolasi mandiri
untuk pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat, serta
menutup rumah ibadah, tempat bermain anak dan tempat umum lainnya
kecuali sektor esensial;
dan
d. Zona Merah dengan kriteria jika terdapat lebih dari 10 (sepuluh) rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7
(tujuh) hari terakhir, maka skenario pengendalian adalah pemberlakuan PPKM tingkat RT yang mencakup:
1. menemukan kasus suspek dan pelacakan kontra erat;
2. melakukan isolasi mandiri terpusat dengan pengawasan ketat;
3. menutup rumah ibadah, tempat bermain anak dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial;
4. melarang kerumunan lebih dari 3 (tiga) orang:
5. membatasi keluar masuk wilayah RT maksimal hingga pukul 20.00 WIB, dan
6. meniadakan kegiatan sosial masyarakat di lingkungan RT yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi menimbulkan penularan.
KETIGA
PPKM Mikro dilakukan melalui koordinasi antara seluruh unsur yang terlibat, mulai dari Ketua RT/RW, Lurah, Satuan Perlindungan
Masyarakat (Satlinmas), Bintara Pembina Desa (Babinsa), Kepala Bhayangkara Pembina keamanan dan Ketertiban Masyarakat
(Bhabinkamtibmas),
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Tim Penggerak Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK), Pos Pelayanan Keluarga Berencana Kesehatan
Terpadu (Posyandu), Dasawisma, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh
Adat, Tokoh Pemuda, Penyuluh, Pendamping, Tenaga Kesehatan dan Karang
Taruna serta relawan lainnya.
KEEMPAT
Mekanisme koordinasi,
pengawasan dan evaluasi pelaksanaan PPKM Mikro dilakukan dengan
membentuk Pos Komando (Posko) tingkat Kalurahan dan Kelurahan. Untuk
supervisi dan pelaporan Posko tingkat
Kalurahan dan Kelurahan dibentuk Posko Kemantren/Kapanewon.
KELIMA
Posko
tingkat Kalurahan dan Kelurahan sebagaimana dimaksud pada Diktum
KEEMPAT merupakan lokasi atau tempat yang menjadi Posko penanganan
COVID-19 di tingkat Kelurahan/Kalurahan yang memiliki
empat fungsi, yaitu:
a. pencegahan;
b. penanganan
c. pembinaan; dan
d. pendukung pelaksanaan penanganan COVID-19 di tingkat Kalurahan.
KEENAM
Posko
tingkat Kalurahan dan Kelurahan sebagaimana dimaksud pada Diktum KELIMA
berkoordinasi dengan Satgas COVID-19 tingkat Kemantren/Kapanewon,
Kabupaten/Kota, Provinsi, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan disampaikan kepada
Satgas COVID-19 Nasional, Kementerian
Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri
KETUJUH
Kebutuhan
pembiayaan dalam pelaksanaan Posko tingkat Kalurahan dan Kelurahan
COVID-19 di tingkat Kalurahan dan Kelurahan dibebankan pada anggaran
masing-masing unsur Pemerintah Daerah sesuai dengan pokok kebutuhan
sebagai berikut:
a. kebutuhan di tingkat Kalurahan dibebankan pada Dana Desa dan dapat didukung dari sumber pendapatan Desa lainnya melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes);
b. kebutuhan di tingkat Kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota;
c. kebutuhan terkait Babinsa/Bhabinkamtibmas dibebankan kepada Anggaran TNI/Polri;
d. kebutuhan penguatan testing. tracing dan treatment dibebankan kepada APBD DIY dan APBD Kabupaten/Kota; dan
e. kebutuhan terkait dengan bantuan kebutuhan hidup dasar dibebankan kepada APBD DIY/APBD Kabupaten/Kota/APBDes.
KEDELAPAN
Posko
tingkat Kalurahan diketuai oleh Lurah yang dalam pelaksanaanya dibantu
oleh Aparat Kalurahan dan Mitra Kalurahan lainnya dan Posko tingkat
Kelurahan diketuai oleh Lurah yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh
Aparat Kelurahan, dan kepada masing-masing Posko baik Posko tingkat
Kalurahan maupun Posko tingkat Kelurahan juga dibantu oleh Satlinmas,
Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan Tokoh Masyarakat.
KESEMBILAN
PPKM Mikro dilakukan bersamaan dengan PPKM Kabupaten/Kota yang terdiri dari:
a. membatasi tempat kerja/perkantoran dengan menerapkan Work
from Home (WFH) sebesar 50% (lima puluh persen) dan Work from Office (WFO) sebesar 50% (lima puluh persen) dengan memberlakukan protokol kesehatan secara lebih ketat;
b. melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring/online,
c. untuk sektor esensial seperti, kesehatan, bahan pangan, makanan, minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, perbankan, sistem pembayaran, pasar modal, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, kebutuhan sehari-hari yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat beroperasi 100% (seratus persen) dengan pengaturan jam operasional, kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat;
d. melakukan pengaturan pemberlakuan pembatasan:
1. kegiatan restoran (makan/minum di tempat sebesar 50% (lima puluh persen) dan untuk layanan makanan melalui pesan-antar/dibawa pulang tetap diizinkan sesuai dengan jam
operasional restoran sampai dengan Pukul 21.00 WIB dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat; dan
2. pembatasan jam operasional untuk pusat perbelanjaan/mall sampai dengan Pukul 21.00 WIB dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat,
e. mengizinkan kegiatan konstruksi beroperasi 100% (seratus persen) dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat;
f. mengizinkan tempat ibadah untuk dilaksanakan dengan pengaturan
pembatasan kapasitas sebesar 50% (lima puluh persen) dengan penerapan protokol kesehatan secara lebih ketat;
g. kegiatan fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya yang dapat menimbulkan kerumunan dihentikan sementara; dan
h. melakukan pengaturan kapasitas dan jam operasional transportasi umum
KESEPULUH
Untuk meningkatkan penerapan secara ketat protokol kesehatan pada setiap kegiatan masyarakat maupun perkantoran meliputi:
a. penggunaan masker sesuai standar kesehatan secara baik dan
benar;
b. mencuci tangan baik dengan mengunakan sabun/hand sanitizer;
c. menjaga jarak antara 1 m (meter) sampai dengan 2 m (meter); dan
d. mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi menimbulkan penularan COVID-19.
KESEBELAS
Untuk
memperkuat kemampuan tracking dan manajemen tracing, perbaikan
treatment termasuk meningkatkan fasilitas kesehatan (tempat tidur, ruang
intensive care unit, maupun tempat isolasi atau karantina).
KEDUABELAS
Untuk
mencegah dan menghindarkan kerumunan baik dengan cara persuasif maupun
melalui cara penegakan hukum dengan melibatkan aparat keamanan (Satuan
Polisi Pamong Praja, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara
Nasional Indonesia)
KETIGABELAS
Untuk mengoptimalkan Satgas COVID-19 tingkat Kabupaten/Kota, Kemantren/Kapanewon maupun Kelurahan/Kalurahan
sampai dengan Padukuhan/RW/RT dalam rangka penegakan pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis
Mikro
KEEMPATBELAS
Menginstruksikan
kepada Kelurahan/Kalurahan membentuk POSKO ditingkat Padukuhan/RWIRT
dengan melibatkan Jaga Warga atau partisipasi masyarakat dalam rangka
memantau dan membatasi mobilitas masyarakat sebagai upaya pencegahan
penularan COVID-19
KELIMABELAS
Melakukan pemantauan (monitoring) dan rapat koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) terkait secara berkala.
KEENAMBELAS
Melakukan
koordinasi melalui Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
untuk redistribusi pasien dan tenaga kesehatan sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
KETUJUHBELAS
Untuk menyampaikan laporan pelaksanaan Pengetatan Terbatas Kegiatan Masyarakat di wilayah masing-masing kepada Gubernur.