Pertumbuhan ekonomi DIY pada 2023 diperkirakan akan tumbuh positif meskipun melambat dibandingkan 2022. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi DIY 2023 diperkirakan berada pada kisaran 4,60% – 5,40% (yoy).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Budiharto Setyawan mengatakan perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi global yang memicu perlambatan ekonomi global, serta pengetatan kebijakan moneter dan peningkatkan suku bunga. Di sisi lain, daya beli masyarakat diperkirakan masih cukup kuat untuk menahan perlambatan yang lebih dalam.
“ Kami memperkirakan inflasi DIY pada 2023 lebih melandai dibandingkan dengan capaian 2022. Hingga akhir 2023 inflasi DIY diperkirakan mencapai 3,1-3,9% (yoy) dan berada dalam rentang sasaran inflasi 3±1% (yoy),” ujar Budiharto di Yogyakarta, Minggu (12/2).
Budiharto menyebut risiko utama yang menjadi faktor pendorong inflasi DIY pada 2023 adalah berlanjutnya perbaikan daya beli masyarakat, perbaikan serapan pangan, serta masih tingginya harga bahan baku produksi. Sementara itu, faktor penahan inflasi DIY pada 2023 dipengaruhi oleh dampak pengetatan kebijakan moneter, pengendalian inflasi pangan melalui sinergi TPID dan GNPIP,dan faktor cuaca 2023 yang lebih kondusif.
“Seiring dengan adanya tantangan perekonomian di tahun 2023, DIY harus senantiasa optimis namun tetap waspada. Sinergi dan Inovasi menjadi kata kunci dalam menjaga ketahanan dan kebangkitan ekonomi pada pasca pandemi Covid-19,” tuturnya.
Selain itu, dirinya menambahkan pembangunan infrastruktur serta transisi ke era digitalisasi perlu dioptimalkan untuk mendorong sumber pertumbuhan ekonomi baru. Pembangunan infrastruktur dalam jangka pendek telah mendorong pertumbuhan lapangan usaha konstruksi. Namun dalam jangka menengah dan panjang, pasca berakhirnya fase konstruksi maka perlu disiapkan motor baru sebagai penopang ekonomi DIY.
“Demikian halnya dengan pengembangan pariwisata. Ke depan perlu terus dikembangkan quality & responsible tourism untuk meningkatkan nilai tambah pariwisata terhadap perekonomian. Sejalan dengan itu, peningkatan produktivitas dan kelembagaan pertanian perlu didorong meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif sekaligus sebagai salah strategi pengendalian inflasi dan pengentasan kemiskinan,” terangnya.