Badan Intelijen Negara (BIN) disebut memiliki komitmen membantu penanganan korona (Covid-19) sesuai amanat pengguna tunggal BIN, Presiden Joko Widodo.
“Perintah Undang-Undang Intelijen Nomor 11 Tahun 2011 sangat jelas BIN sebagai mata dan telinga negara mengandung implikasi Presiden Republik Indonesia adalah end user atau single user dari seluruh aktivitas intelijen,” kata Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens seperti dikutip dari Antara,Minggu, 27 September 2020.
Menurut dia, Presiden Jokowi memerintahkan BIN ikut membantu negara menangani persoalan pandemi pada Maret 2020. Ketika itu, skala peningkatan korban Covid-19 makin meresahkan.
“Atas dasar perintah itu, BIN bekerja keras, termasuk melalui program tes usap yang dikenal dengan istilah polymerase chain reaction (PCR),” kata Boni.
Dia mengakui hal teknis seperti itu tak diatur dalam undang-undang. Sebab, memang pandemi korona itu situasi spesifik dan darurat yang sulit diprediksi dari awal.
Pihak mana pun di dunia tidak ada yang bisa memprediksi pandemi tersebut dan menjadi persoalan paling rumit dalam hampir setahun terakhir. Boni berterima kasih kepada BIN yang memperlihatkan komitmennya.
Seluruh komponen bangsa diminta mengapresiasi hal itu. Menurut dia, kritik terhadap program tes usap merupakan hal yang manusiawi. Tidak ada satu pun negara di dunia hari ini yang berhasil sempurna menangani masalah pandemi ini.
“BIN sudah bekerja maksimal, harusnya kita hargai. TNI dan Polri juga ikut membantu dengan caranya masing-masing. Itu pun mesti kita apresiasi, bukannya malah menambah masalah dengan mengajukan kritik tanpa solusi,” katanya.
Boni menegaskan saat ini Indonesia memerlukan kerja nyata, bukan retorika kosong. Ia berharap organisasi masyarakat, kelompok peneliti di kampus-kampus, dan pihak mana pun ikut membantu seperti yang telah dilakukan BIN.
“Untuk bisa keluar dari kemelut ini, semua pihak harus bersikap bijaksana, menahan diri untuk tidak saling mencerca, sambil terus melakukan hal positif untuk kebaikan bersama,” katanya.