Pada Kamis (30/9/2021) hari ini, nasib 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif resmi dipecat.
Hal ini sesuai pernyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
“Memberhentikan dengan hormat kepada 51 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat per tanggal 30 September 2021,” ucap Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/9/2021).
Dari jumlah yang disebutkan Alex tersebut, ada tambahan enam pegawai yang dipecat karena tak bersedia ikut pelatihan bela negara.
Pemecatan terhadap pegawai KPK nonaktif itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 1354 Tahun 2021 tentang Pemberhentian dengan Hormat Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
SK itu ditandatangani Ketua KPK, Firli Bahuri, dan ditetapkan pada 13 September 2021.
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan para pegawai yang dipecat tidak mendapat pesangon.
Namun, ujarnya, Tunjangan Hari Tua (THT) diberikan sebagai ganti pesangon.
“Pegawai KPK yang berhenti dengan hormat memang tidak mendapatkan pesangon dan uang pensiun.”
“Namun, KPK memberikan Tunjangan Hari Tua (THT) sebagai pengganti manfaat pensiun,” terangnya dalam keterangannya, Selasa (21/9/2021).
Sesuai keputusan itu, per Jumat (1/10/2021), ke-57 pegawai KPK itu tak akan lagi bekerja di lembaga antirasuah.
Mahfud MD Bicara soal Sikap Pemerintah
Satu hari menjelang pemecatan pegawai KPK nonaktif, Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan (Menkopulhukam), Mahfud MD, berbicara soal sikap pemerintah terkait TWK di lembaga antirasuah yang menuai polemik.
Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan, secara aturan TWK yang digelar KPK bersama BKN sudah sesuai.
Namun, dalam putusan itu tersirat, meski aturan terkait pelaksanaan TWK sudah benar, bukan berarti pegawai KPK yang tak lolos tes tersebut tak bisa menjadi ASN.
Mahfud menambahkan, pemerintah telah mengusulkan untuk menjadikan pegawai KPK tak lolos TWK sebagai ASN pemerintah.
Mengingat KPK adalah lembaga independen yang tak berada di bawah Presiden.
“Kalau KPK tidak mau, sebagai lembaga independen mengambil 75 orang ini, biar kita yang ambil.”
“Sudah dites lagi. Dites lagi dari 75 ini lulus 17 orang. Sehingga sisanya itu tetap ditolak KPK.”
“Lalu pemerintah, ya sudah lah masuk ke pemerintah, melalui apa? Kapolri.”
“Jadi ASN di tempat saya saja, kata Kapolri sesuai dengan persetujuan Presiden,” beber Mahfud dalam diskusi bertajuk Politik Kebangsaan, Pembangunan Daerah, dan Kampung Halaman, Rabu (29/9/2021).
Dengan demikian, ujarnya, pemerintah menawarkan pada 57 pegawai KPK nonaktif menjadi ASN Polri berpangkat dan bergolongan sama dengan para pegawai yang telah diangkat di lembaga antirasuah.
“Pangkatnya sama dengan teman-teman lain yang diangkat di KPK.”
“Yang masa kerjanya sekian tahun, golongan 4, yang sekian tahun golongan 3D dan seterusnya.”
“Sama, kan gitu. Pemerintah terakhir, sikapnya seperti itu,” terangnya.
Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan telah mengirim surat pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal rencananya merekrut 57 pegawai KPK nonaktif.
Surat tersebut, kata Sigit, telah mendapat balasan lewat Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.
Melalui balasan itu, Jokowi menyetujui rencana Sigit yang akan menjadikan pegawai nonaktif itu sebagai ASN Polri.
“Tanggal 27 kami dapat surat jawaban dari Pak Presiden lewat Mensesneg. Prinsipnya beliau setuju 56 pegawai KPK itu bisa jadi ASN Polri,” kata Sigit, Selasa (28/9/2021).
Pernyataan Sigit itu dibenarkan Pratikno.
Namun, untuk proses pelaksanaannya, Kapolri harus berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) serta Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Pratikno mengaku ia sempat bertemu Sigit, Menpan-RB Tjahjo Kumolo, dan Kepala BKN untuk membahas lebih lanjut keinginan Sigit.
“Jadi Kapolri berkunjung ke Kemenpan RB, di situ ada saya juga, ada Pak Kepala BKN, membahas itu.”
“Jadi surat jawaban sudah, tindak lanjut bagaimana isi surat kami, itu Kapolri harus koordinasi dengan Menpan-RB dan BKN,” ungkapnya.